
Aku dan Keluargaku a
Namaku
adalah Paulus Eko Harsanto yang kemudian dikenal dengan sebutan Eko dilahirkan
pada tanggal 26 April 1993 lebih detailnya
pada hari Senin Kliwon, pukul 05.00 WIB di BKIA Janglot Baturetno. Lahir dengan selamat dengan
rambut keriting dan mempunyai “tai lalat” di pipi. Aku adalah anak sulung dari keluarga
sederhana di daerah Wonogiri yang seluruhnya dikaruniai 2 orang anak. Ayahku
bernama Agustinus Karmin dan ibuku bernama Theresia Hartini. Bagiku, ayahku adalah sosok teladan yang sangat berpengaruh
dalam pembentukan karakterku saat ini. Beliau bagiku adalah pejuang sejati. Tetapi
tidak terduga dan terbayang dalam benakku, di saat aku membutuhkannya ayahku
meninggal dunia. Beliau meninggalkanku sewaktu aku masih duduk di kelas VIII
SMP, yaitu pada tanggal 3 Januari 2007 karena
penyakit yang menyerangnya. Beliau menderita tekanan darah tinggi, stroke, asam
urat, rematik, liver dan masih banyak
lagi. Sebelum meninggal beliau sempat dirawat di Rumah Sakit Maguan Husada
selama kurang lebih 1 bulan didampingi oleh ibuku. Satu kenangan sewaktu di Rumah
Sakit Maguan yang paling aku ingat adalah sewaktu adven. Dalam tidurnya, beliau
berkata bahwa telah berjumpa dangan orang-orang yang berjubah dan berpakaian
putih serba mengkilau. Dan di saat itu beliau merasakan kedamaian yang luar biasa.
Tetapi mimpi almarhum itu tidak sempat terlintas dalam pikiranku bahwa
sebenarnya orang-orang yang berpakaian putih itu adalah malaikat yang akan
menjemput ayahku pulang ke pangkuan-Nya. Setelah menjalani perawatan di Rumah
Sakit Maguan selama kurang lebih 1 bulan ini, beliau lalu dirawat di RSUD
Wonogiri selama kurang lebih 1 bulan dengan menggunakan kartu JPS dari
pemerintah. Yang telah setia merawat ayahku selama di Wonogiri adalah ibu, om
Karju dan Pakde Karno, mereka semua adalah
anggota dari keluargaku. Apabila ada waktu aku menjenguk ayahku dan
berdoa bersama dengan beliau di ranjang tempat tidurnya dan didampingi ibuku. Peristiwa itulah yang sangat
membuat aku sangat terharu dan seakan – akan jika aku mengingat saat-saat itu
aku ingin menangis. Di mana saat itu aku merasakan kasih sayang dan
kekeluargaan yang begitu mendalam. Saat itu pula, beliau berpesan kepadaku seperti
ini, “Eko anakku sekolahe sing bener yo bapak pesen yen mbesuk kowe wis gedhe, kowe dadi
wong sing apik, sumeh, mbangun miturut karo kabeh uwong, lan sapi-sapine,
wedhus-wedhuse, sepeda motore, omahe kabeh digunakake kanggo mulyakne Gusti,
ojo dilalekne sembahyange, dijogo awake, bapak tresno!”[1]
kata ayahku dengan penuh kerendahan hati dan menyentuh hatiku. Dan pesan inilah yang tertanam kuat
dalam diri ku untuk semakin ingin berkembang untuk membahagiakan almarhum
ayahku dan ibuku yang sekarang ini menemaniku dan mendoakan aku. Setelah itu
dokter menyatakan bahwa ayahku sudah bisa dibawa pulang dan akhirnya aku,
ayahku dan ibuku pulang ke Platar dengan menggunakan mobil angkot mini dan
sesampainya di sana tetangga-tetanggaku menyambutnya. Saat itu pula aku telah
bisa bergembira lagi bersama ayahku dan cerita – cerita bersama beliau. Setelah
merasakan kegembiraan dan kekeluargaan yang begitu mendalam aku mulai sadar
bahwa aku dulu telah mengecewakan mereka baik yang mereka ketahui maupun tidak
mereka ketahui dengan berulah yang tidak baik. Jika aku ingat kembali kenakalku
dulu sewaktu aku masih kecil yaitu saat aku duduk di Sekolah Dasar, kenakalan
yang aku buat antara lain : bermain sampai malam, bermain Playstation (PS) yang
sebenarnya dilarang oleh ibuku, mencuri uang hasil dagangan ibuku, mencuri uang
ayahku, mencuri mangga dan tebu milik tetangga bahkan uang milik tetangga, membohongi
orang tua, merokok, melihat gambar porno di koran lorokan almari milik ibuku,
sering ngambek dan mengurung diri di
kamar dan mengunci semua pintu rumah sehingga ayah dan ibuku tidak bisa masuk hingga
akhirnya mereka kehabisan kesabaran kemudian mengundang para tetangga untuk
mendobrak dan membuka pintu sehingga bisa masuk. Saat itu aku telah membuat
keributan dan mengundang perhatian para tetanggaku hingga akhirnya aku sendiri
yang malu dan memukuli ibuku dengan tangan. Selain itu, tidak jarang apabila
istirahat sekolah aku sering pulang dan makan sampai kenyang hingga akhirnya
aku pernah ditegur oleh guruku karena datang ke sekolah terlambat. Tidak hanya
itu, aku suka berkelahi dengan teman-temanku apalagi jika mereka yang memulai
untuk memanas-manasi aku. Tidak jarang pula jika para tetanggaku mengancam dan
menakut-nakuti aku bahwa aku akan disidang oleh warga karena kenakalanku.
Tetapi ancaman dan gertakan itu tidaklah aku gubris. Pernah juga satu
pengalaman sewaktu mempersiapkan komuni yang pertama, saat itu aku menerima
pelajaran dari katekis lingkunganku yaitu Bapak Sumarno. Karena aku malas untuk
ikut pelajaran itu, aku dan teman – teman berniat untuk membolos dan bermain
kartu saja. Aku tidak mengikuti pelajaran tetapi aku menggunakan waktu itu
untuk bermain kartu di rumah temanku yaitu Tutud. Setelah itu pulang dan
berpura-pura bahwa aku telah mengikuti pelajaran calon komuni itu.
Melihat
kenakalanku itu, ayahku tetap sabar dan tidak pernah memarahiku. Berbeda dengan
watak ibuku. Di dalam keluargaku yang paling aku takuti adalah ibuku. Tak
segan-segan beliau menghukum aku jika aku ketahuan nakal. Pengalaman diseblak, dijewer, dicethot membuat aku
tidak pernah membantah ibuku dan takut padanya. Tetapi kini aku sadar bahwa
dengan didikan orang tuaku seperti itu telah membentuk kepribadianku saat ini.
Masa-masa aku masuk Sekolah Dasar
Masa
– masa aku masuk Sekolah Dasar (SD) aku terkenal siswa yang sangat nakal
sekaligus paling bandel. Tidak jarang jika aku dipanggil guruku ke kantor untuk
mendapatkan nasihat dan peringatan. Guru yang terkesan galak di sekolahku
adalah Bapak Tarno. Setiap aku berhadapan dengan beliau aku tidak berani untuk
membantah. Pengalaman yang paling konyol adalah sewaktu guru kelas II marah
besar dengan murid-murid kelasku, beliau tidak segan – segan menghantamkan
tongkat kayunya yang sering dibawanya ke bangku belajarku. Tidak hanya itu
beliau juga pernah melemparkan penghapus kapur kepadaku karena jengkel dan
marah kepadaku, sampai- sampai aku tidak berani mengucap kata satupun.
Kemarahan itu terjadi karena aku tidak mendengarkan pelajarannya tetapi malah
bermain lempar-lemparan kertas dan kerikil dengan temanku. Ditambah lagi
sewaktu SD aku jarang untuk belajar. Waktu untuk belajar pun aku gunakan untuk
bermain bola apalagi sewaktu jam pelajaran kosong, kesempatan bagiku untuk
bermain bola bersama teman-temanku di lapangan karena kebetulan sekolahku dekat
dengan lapangan sepak bola.
Masa-
masa SD aku jalani dengan penuh kenakalan dan sering membuat ibuku marah.
Kemudian aku naik kelas III dan yang masih ku ingat saat aku kelas III adalah
aku suka meminjam buku perpustakaan dan sengaja tidak kukembalikan. Bagiku itu
unik sekali hingga buku – buku milik sekolah menumpuk di rumahku. Aku ingat
juga saat itu aku memiliki musuh. Dia baru saja masuk di sekolahku (pindahan
dari sekolah luar) dan membuatku iri karena dia pintar. Aku mengajak teman –
temanku yang lain untuk memusuhinya dan menjauhinya. Tetapi tidak lama kemudian
kami baikan dan mulai tumbuhlah persahabatan di antara kami. Lalu naik ke kelas
IV, di kelas IV aku merasakan perubahan dalam diriku. Aku mulai gemar mengikuti
kegiatan – kegiatan sekolah, gereja, dan lingkungan. Kenakalan – kenakalanku dan
kebiasaan burukku mulai dapat aku kendalikan karena aku mulai takut dengan
ibuku. Kemudian aku naik ke kelas V, di kelas V aku belajar bersama Bapak
Sumarsono. Kelas V adalah kelas yang sangat mengesan bagiku. Di kelas V itulah
aku banyak dikenalkan dengan budaya jawa yaitu seni tari, lukis, musik
tradisional Jawa, tembang- tembang Jawa dan masih banyak yang lain. Beliau
sangat perhatian dan baik padaku dan teman-teman. Beliau tidak jarang pula
mengirim aku dan teman- teman untuk mengikuti lomba antar kecamatan dan antar
sekolah di sana. Banyak pengalaman yang aku dapatkan saat aku kelas V. Aku
merasakan diriku tumbuh menjadi lebih baik walaupun masih terkadang melakukan
kesalahan tetapi tidak separah waktu kelas II. Kemudian aku naik kelas VI
bersama teman – temanku. Waktu itu jumlah siswa di kelas VI sebanyak 16 orang.
Pengalaman yang masih membekas adalah di kelas VI suasana kelas menjadi penuh
dengan persaingan dan tidak jarang apabila sampai ada yang bertengkar karena
persaingan di kelasku sangat kuat. Saat itu apabila aku bukanlah siswa yang
tergolong pintar, aku langganan mendapat peringkat 8 di kelas. Namun beberapa
kali pernah masuk 5 besar. Jujur waktu kelas VI aku jarang belajar tetapi lebih
suka bermain, mencari rumput, bermain layang-layang, dan masih banyak lagi yang
lainnya. Saat itu aku gemar pula bermain catur dan musuhku adalah guruku
sendiri yaitu Bapak Th. Sutarno. Beliau adalah musuh terberatku, walaupun
banyak yang mengatakan beliau itu guru yang galak dan tidak segan- segan
menghukum, tetapi aku merasakan kenyamana jika bersamanya. Banyak waktu – waktu
kelas VI SD aku habiskan belajar bersama beliau karena juga beliau adalah wali
kelasku dan pelatih bulu tangkis di sekolahku. Hampir setiap sore aku dan
temanku Ardi bermain di rumahnya. Disana tidak hanya bermain bulu tangkis dan
bermain catur saja tetapi sering diajak makan dan Lutisan. Hingga pada akhirnya aku lulus melanjutkan ke jenjang SMP.
***
Masa-masa aku masuk SMP
Masa-masa
SMP tidak kalah menariknya dengan masa SD. Di SMP Pangudi Luhur Giriwoyo tepatnya. Di sana ku
mendaptkan teman baru yang masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda.
Dari mereka aku belajar banyak. Kenangan selama MOS aku dihukum push up oleh kakak-kakak OSIS sebanyak
50 kali. Sungguh pengalaman itu tidak terlupakan karena selama di SD tidak ada
kegiatan push up. Kemudian aku
belajar bersama – sama teman – teman di kelas VII A dengan wali kelasku yaitu
Ibu L. Eko Setyani. Aku masih ingat sewaktu aku kelas VII itu, aku mengalami dua
kali jatuh cinta. Yang pertama adalah cewek kelas X C, biasa aku memanggilnya Evi dia
sangat cantik dan mungkin tidak hanya aku yang menyukainya. Perasaan itu hanya
aku pendam saja karena begitu lugunya aku. Cewek yang kedua adalah teman
Kelompok Kor Angel Voice Of Danan. Waktu itu aku juga ikut dalam kelompok itu.
Saat aku pertama kali menyukainya, dia masih kelas VI SD. Mereka telah membuat
aku semangat dalam belajar di SMP. Kemudian aku naik ke kelas VIII dengan wali
kelas yang sama. Di kelas VIII ku mulai In di dalam mengikuti kegiatan – kegiatan. Di
SMP aku tergolong siswa yang sangat gemar mengikuti semua kegiatan. Tidak
satupun ekstrakurikuler di SMP yang aku lewatkan karena aku percaya nantinya
akan bermanfaat. Karena saking banyaknya kegiatan yang aku ikuti, membuat aku
sering pulang sore dan sakit karena kecapaian. Tetapi yang menjadikan aku
semangat adalah karena ibuku sangat mendukung aku dan menyemangati aku untuk
aktif dalam kegiatan agar waktu-waktu luang dapat terisi oleh kegiatan yang
baik. Pada saat menjelang tes Semester II di kelas VIII, ada satu peristiwa
yang sungguh membuat aku down dan kurang harapan.
***
Tuhan
telah mengubah hidupku…
Peristiwa
ini terjadi sewaktu aku masih duduk di kelas VIII, yaitu sewaktu setelah
keluargaku bisa berkumpul, tiba-tiba esok hari ayahku kejang-kejang, perutnya
mengeras dan seperti orang yang akan meninggal, aku tidak bisa apa-apa hanya
dapat mendekatinya dan memegang tangannya. Tetangga-tetanggaku datang
berkerumun ke rumahku dan berusaha untuk membawa ayahku ke rumah sakit lagi
untuk mendapatkan pengobatan. Saat itu ibuku sedang mencuci dan aku
memberitahunya dengan keadaan sedih dan khawatir kalau – kalau ibu malah pinsan
setelah aku beritahu tentang hal ini. Dengan berani aku memberi tahunya dan
ibuku syok saat itu. Kurang lebih 2
jam setelah ayahku dibawa kerumah sakit, tiba-tiba ada kabar melalui Hand Phone
pakdheku, bahwa ternyata ayahku telah dipanggil Tuhan. Beliau meninggal di
Rumah Sakit di Solo. Pada waktu itu aku merasakan kekeringan harapan dan
kesedihan yang mendalam yang membuat aku kurang percaya diri lagi. Suatu
peristiwa yang tidak terbayang dalam pikiran dan hatiku. Tersenyum lebar pun
susah bagiku, apalagi jika saat penerimaan raport di sekolah yang diterimakan
oleh wali murid, aku cengeng tidak terasa meneteslah air mataku saat aku
melihat temanku yang dipeluk ayahnya dengan penuh kasih sayang karena aku rindu
akan kebersamaan bersama ayah. Dan sewaktu itu aku masih ingat, “ Kowe ora dhewekan eko, kowe isih duwe
mamak, bapak ibu gurumu, kancamu, simbahmu, ojo nangis ojo sedhih to!”[2]
kata guruku dan sahabat-sahabatku sesaat setelah melihat aku berkelinang air
mata. Guru-guruku sewaktu SMP memang sangat perhatian padaku, memori yang masih
aku ingat adalah Bruder Stephanus, Ibu Ani, Ibu Sriyarsih, Bapak Totok, Ibu
Lina dan sahabatku yaitu Bayu, Triwiyanti, Sigit. Di saat keadaanku sedang
drop, mereka menghiburku dan menyemangatiku.
Dengan peristiwa itu,
ternyata Tuhan telah mengubah hidupku 180 %. Semenjak ayahku meninggal dunia,
Tuhan telah mengetuk pintu hatiku untuk berubah. Aku sadar bahwa aku ini adalah
seorang pendosa besar dan merasa dirubah oleh Tuhan. Tuhan telah menyadarkan
aku dengan meninggalnya orang yang sangat aku cintai, dia adalah ayahku Bapak Agustinus
Karmin. Di saat aku merasa kesepian dan sendiri, Tuhan berbisik melalui angin
yang berhembus saat itu untuk memberitahuku bahwa aku tidak boleh menyerah dan
berputus asa karena masih akan ada harapan dan rencana Tuhan yang lebih besar
untukku. Di saat – saat kesepianku itu aku semakin merasakan akan kasih sayang
ibuku, guruku, teman-teman dan sahabat-sahabatku yang tidak bosan untuk
menghiburku. Jika aku akui bahwa aku ini memang cengeng dan tidaklah sesuai
dengan kenakalanku sewaktu aku masih kecil. Aku menjadi orang yang perasa dan
mudah tersentuh atau sakit hati jika ada sesuatu yang menghantam hatiku. Dan
mulai saat itulah aku mulai dipaksa untuk merefleksikan setiap perkataan orang,
emosional, lebih percaya pada hati yang berkata dan menekuni semua pekerjaan
atau kegiatan yang aku rasa aku bisa untuk melakukannya. Kini aku merasa
berbeda dengan dulu, yang dulu berulah semauku sendiri tanpa memperdulikan
orang lain dan tampa memperdulikan apakah itu baik atau buruk dan sekarang aku
berulah dengan diarahkan oleh hati nurani dan melihat dan memperhatikan orang
di sekitarku apakah perbuatan itu baik atau buruk. Tidak heran banyak temanku
yang merasakan adanya perubahan dalam diriku baik perkataan maupun perbuatan.
Itu pertanda bahwa mereka memperhatikan aku dan bertanya kepadaku, “Kowe tek bedo ko?.”[3]
***
Akhirnya aku dapat menyelesaikan
masa-masa kelas VIII dengan baik. Kemudian aku naik ke kelas IX dan berlajar
bersama teman- teman yang tersaring dalam kelompok orang – orang pintar. Hal
ini di maksudkan untuk mempersiapkan ujian nasional. Jujur saat itu aku sangat
minder karena aku merasa akulah yang paling lemah diantara teman- temnku yang
pintar itu. Tetapi bruder, bapak dan ibu guruku meneguhkanku, tidak hanya itu menurut
pendapat wali kelasku dan guru-guruku yang lain prestasiku cukup baik sehingga
aku pantas untuk masuk kelas itu. Akhirnya karena persahabatan dan kekeluargaan
diantara kami sangat kuat, aku merasakan nyaman dan dibantu oleh teman –
temanku.
Masa – masa kelas IX adalah masa yang
paling menyenangkan dan sekaligus paling menegangkan. Waktu kelas IX, semakin
banyak kegiatan yang aku ikuti. Mulai dari ikut Majalah Dinding (Mading),
Karawitan, Speaking, Koor, Band, Bulu
tangkis dan yang paling seru adalah ikut Pramuka. Pramuka adalah kegiatan yang
paling aku sukai sejak SD. Aku merasa senang dan dapat berkembang melalui
Pramuka. Di pramuka banyak nilai – nilai yang ditanamkan kakak pembinaku
kepadaku. Mulai dari baris-berbaris aku diajari untuk tertib, nyanyi-nyanyi aku
diajari untuk percaya diri, permainan aku diajari untuk kompak dan konnsentrasi, haling rintang
aku diajari untuk peka tahan banting dan kreatif dalam menyelesaikan masalah,
wiyata mandala atrau bersih-bersih aku diajari untuk peka akan lingkungan dan
merawat alam ciptaan Tuhan, Naik gunung aku diajari untuk tangguh dan tidak
putus asa, wide game aku diajari untuk mengenal masyarakat di sekitar dan
menyapa mereka, kemah baik di sekolahan (Persami) maupun kemah ditingkat
kecamatan dan kabupaten aku diajari untuk belajar hidup dalam komunitas dan
belajar untuk hidup mandiri. Aku masih ingat aku pernah berkemah di SMA Pangudi
Luhur Giriwoyo salama 3 hari, kemah di SMP Pangudi Luhur Giriwoyo selama 2
hari, kemah di Tirtomoyo selama 3 hari, kemah di lapangan Giriwoyo selama 3
hari dan masih banyak lagi yang alain yang berhubungan dengan alam dan pramuka.
Kegiatan-kegiatan itulah yang menbentuk kepribadianku saat ini. Melalui
kegiatan-kegiatan itu aku juga ditantang untuk berani bersaing dan melihat
lebih luas lagi. Dan saat – saat yang paling menegangkan adalah sewaktu ujian
nasional. Untung saja di sekolahku ada program karantina sehingga kegiatan
belajarku dapat terarah dan aku mendapatkan banyak tutor di situ. Pelaksanaan
ujian nasional bagiku tidaklah biasa, hal ini karena aku melihat kakak kelas
angkatan di atasku ada yang tidak lulus. Tetapi hal ini secara tidak sadar
membuat aku semakin terpacu untuk bisa belajar lebih giat. Akhirnya aku
mengikuti ujian dengan lancar begitu pula teman-temanku yang lainnya. Kurang
lebih satu bulan setelah ujian nasional, lalu perpisahan dan pengumuman hasil
ujian. Aku masih ingat sewaktu perpisahan aku diminta untuk pidato bahasa jawa
di depan dan disaksikanoleh teman-teman serta para wali murid. Senang rasanya
dapat menampilkan apa yang bisa aku berikan untuk mereka. Saat ituyang sangat
disayangkan adalah ibuku tidak hadir melainkan kakekku. Ibuku sedang melahirkan
dan terpaksa tidak dapat menerimakan hasil ujian anaknya. Aku sempat kecewa,
namun aku percaya ibu tetap mencintai
aku. Akhirnya setelah surat tentang kelulusan diterimakan oleh kakekku, lalu
surat itu diberikan kepadaku. Sungguh bercampur aduk perasaan yang aku rasakan.
Dan pada akhirnya aku dan semua teman-temanku lulus 100%. Suatu kebahagiaan
yang luar biasa dan mengejutkan. Kekompakan kami, semangat kekeluargaan kami,
persaudaraan kami, dan kerja keras kami ternyata berhasil. Tidak hanya aku yang
merasakan hal demikian tetapi juga bruder, bapak, ibu guruku juga merasakan hal
yang sama. Setelah itu aku melanjutkan ke jenjang SMA di mana yang aku pilih
adalah SMA Pangudi Luhur Giriwoyo.
Mutiaraku banyak kutemukan
di SMA
SMA ini aku pilih lantaran anggapan –
anggapan masyarakat bahwa SMA ini tidak sembarang SMA dan memiliki satu nilai
yang tenar di masyarakat yaitu kedisiplinan. Awalnya memang aku merasakan
sedikit asing dengan cara pembinaan ini. Dengan mengedepankan kedisiplinan,
sekolah ini ternyata secara tidak sadar telah membuat aku memiliki prinsip.
Dari yang awalnya lugu dan kurang pergaulan, namun di SMA aku menemukan teman
yang baru dan kegiatang yang baru yang menarik dan membaut aku semakin
berkembang. Pengalaman satu tahun yang aku dapatkan di SMA, yaitu : Pergi ke
sekolah menggunakan sepeda onthel, memakai atribut saat OSPAL seperti caping,
gelangdari pelepah pisang, menggendong tasdari plastik bekas, membawa dot bayi,
dan memakai papan namayang semuanya serba memalukan. Datang terlambat satu
menit sajakakak-kakak OSIS membentak-bentakku, aku pernah dipercaya oleh teman
– temanku kelas X 3 untuk dikandidatkan sebagai ketua OSIS. Awalnya memang ada
keraguan dalam diriku tetapi karena semangat dan dukungan dari Ibu Theresia Ari
Dwi Utami (wali kelasku) membuat aku berani untuk menerima kepercayaan itu
walaupun aku tahu resiko yang akan aku terima. Teman temanku mendukungku dan
mereka membantuku dalam aku mempersiapkan orasi akbarku. Satu hal yang menarik
dari apa yang aku lakukan adalah teman temanku suka dengan gayaku berorasi
dengan permainan pantun dan kata – kata yang berkobar – kobar. Masih ingat satu
kalimat yang aku utarakan saat itu, yaitu : Aku tidak ingin mengatakan
janji-janji muluk-muluk yang omong kosong tetapi aku hanya ingin mencari
pengalaman saja. Dan akhirnya di situ aku mendapatkan jabatan sebagai ketua II
di kepengurusan OSIS. Suatu kebahagiaan yang luar biasa, dari yang awalnya
hanya bermodalkan keberanian dan belum mendapatkan pengalaman apa – apa, aku
bisa mendapatkan semua itu. Ini semua juga tidak lepas dari dukungan dan teman
teman kelas X3, tetapi setelah mendapkan jabatan itu, aku harus rela untuk
melepas jabatan itu karena aku dan sejumlah temanku yang lainyang tergabung
dalam kelompok Paduan Suara Angel’s Voice Of Danan. Aku tidak dilantik untuk
menjadi ketua II karena aku mengikuti pengambilan video klip rekaman kami.
Kecewa memang, tetapi dari pengalaman itu aku di beri peneguhan dari wakasek
kesiswaaku di sekolah begini, “…memang
hidup ini dihadapkan pada banyak pilihan
dan kamu harus berani mengambil pilahan yang paling tepat sertaharus berani
menanggung konsekwensi atau resikonya.” Perkataan dari beliau membuat aku
sadar dan apabila suatu saat nanti aku akan menemukan hal yang sama aku harus
bijaksana dalam mengambil pilihan yang palingtepat untukku. Pengalaman yang
lain adalah saat mengikuti ekstrakurikuler Pramuka, karena aku sangat suka
dengan ekstra ini aku termasuk siswa yang tergolong rajin dalam ekstra ini,
banyak hal yang aku dapatkan di sana, mulai mengikuti Ulang tahun Panji Ambalan
Sugiyopranoto, Diksar Gladian Pinsa dan Wapinsa, Kemah Akhir Tahun, Pelantikan
Bantara dan masih banyak lagi. Masih ingat pula saat itu aku memiliki seorang teman yang dekat sekali
denganku, namanya adalah Roslani. Setiap aku mengalami sesuatu yang sekiranya
dipandang wajahku tidak cemerlang seperti biasanya, dia langsung mengajaku
sharing. Jujur dia sangat perhatian
padaku sampai – sampai aku pernah mengalami jatuh cinta kepadanya.
Selama kelas X, jika dilihat dari
prestasi, aku bukanlah orang yang memiliki prestasi yang unggul. Awal bulan
saat aku menerima leger nilai bulan pertama hasih ulangan harianku, aku
mendapatkan peringkat 24 dari 28 siswa. Sungguh malu saat itu, dan aku tidak
berani memberitahu ini semua kepada ibuku. Tetapi dari pengalaman itu aku
disadarkan akan pentingnya ketekunan yang telah ditanamkan almarhum ayah. Mulai
dari pengalaman itu pula aku bangkit dan berusaha untuk membenahi diri dengan
tujuan aku dapat membahagiakan orang tuaku. Setiap hari aku biasakan setelah
pulang sekolah aku tidak tidur melainkan menyapu kemudian membaca buku kemudian
sorenya meringkas pelajaran yang telah diberikan tadi saat di sekolah. Lalu
malamnya aku belajar untuk esok hari. Saat menjelang tes pun aku memaksa diriku
untuk belajar sebanyak mungkin agar paling tidak aku bisa tuntas KKM, karena sekolahku
bukanlah sekolah sembarangan. Sekolahku mendapatkan status Terakreditasi A dan
penilaiannya pun dibuat cukup sulit. Tetapi aku suka dengan cara pembinaan ini.
Terkesan oleh guruku yang paling galak dan paling kejam di sana, yaitu Bapak Y.
Arip Gunawan. Beliau tidak segan-segan mencaci maki dan menghukum siswa
walaupun sedikit berbuat salah. Memang awalnya sempat tidak terima dengan cara
beliau mendidik, tetapi seiring berjalannya waktu, ternyata caranya mendidik
membuat aku menjadi mempunyai mental yang kuat dan mempunyai karakter. Selama
satu tahun aku di SMA, aku merasakan kasih, perhatian, kekeluargaan, semangat
cinta yang tulus, dan pengabdian serta kualitas sekolah, bruder, bapak dan ibu
guru serta komunitas yang sangat bagus dan mendalam. Hal ini sangat aku rasakan
ketika aku sakit tipus, teman temanku dengan jauh-jauh menempuh perjalanan menjenguk
aku, konseling dari guru Bk, gertakan dan gemblengan dari Pembina OSIS
sekaligus Pembina Pramukaku yaitu Ibu Ari yang membuat kenangan itu masih
kental dalam memoriku. Masih ingat pula saat aku, Bobby, dan Agung Priono
dipercayakan teman-temanku untuk mewakili kelas dalam lomba Trio dengan lagu
Tombo Ati dan Dirgahayu Pangudi Luhur. Aku dan kedua temanku itu memberanikan
diri untuk bersaing dengan musuh kakak kelas kami yang hebat dan sudah mapan
pengalaman mereka. Tetapi karena dukungan dan semangat dari teman-teman akhirnya
kami berhasil mendapatkan juara I. Aku sangat senang, ditambah lagi wali
kelasku berjanji pada kami apabila kami bisa mendapatkan juara dalam perlombaan
ini, kami akan diberi uang sepuluh ribu. Ternyata itu benar dan pengalaman itu
menambah cintaku pada wali kelasku.
Masa-masa kelas XI
Belajar di kelas XI
pada umumnya sangat menyenangkan, di situ akumendapatkan pengalaman yang lebih
banyak dari pada di kelas X. Aku masuk kelas XI IPA dengan nama kelas USA dengan kepanjangan United Science of Academy dengan
jumlah siswa 29 siswa. Teman laki-lakiku 10 dan ingat sewaktu bermain
sepak bola kami selalu pas dan tidak ada pemain cadangan. Di kelas XI aku
banyak berlatih berorganisasi melalui kepengurusan Dewan Kerja Ambalan
Sugiyopranoto. Di sana tidak hanya melatih pelajaran Pramuka kepada adik-adik
penegak saja tetapi juga belajar bagaimana mengelola uang, administrasi,
memimpin dan menyelenggarakan kegiatan serta membuat perencanaan yang
terarah. Didampingi oleh kakak Pembina
dan dengan keberanian aku dan teman – teman bantara yang lain melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang sudah menjadi adat ambalan ini yaitu : Long March dari
Terminal Giribelah sampai Pantai Sembukan ,Ulang tahun Panji Ambalan
Sugiyopranoto, Diksar Gladian Pinsa dan Wapinsa, Kemah Akhir Tahun, Pelantikan
Bantara. Tidak hanya itu di kelas XI aku juga mendapat kepercayaan untuk
membantu panitia SMA PL CUP yang diselenggarakan oleh sekolah melalui OSIS.
Mengikuti acara-acara kerohanian di sekolah seperti aksi panggilan, tambahan
pelajaran agama katolik, misa sekolah setiap satu bulan sekali dan masih ingat
sewaktu kelasku mendapatkan tugas kor, kami menggunakan music keroncong dan
band. Pengalaman bersama teman teman kelas XI sangat menyenangkan dengan
didampingi oleh wali kelas seorang guru Biologi yang lembut dan memiliki pemikiran
yang sistematis. Di kelas XI aku pernah mewakili sekolah dalam sosialisasi
dampak bahaya merokok di Kabupaten Wonogiri, tergabung dalam Vocal Group SMA
dan sedikit mendapatkan job untuk tampil, seperti tirakatan hari 17 Agustus di
kecamatan. Selain itu yang sangat menyenangkan pula aku dan teman teman
kelompok kor SMA sering pergi dan mendapatkan tugas untuk mengiringi pernikahan
dan tugas gereja. Aku dan teman – teman mendapatkan seragam baru dan pastinya
pengalaman baru. Dan pada akhirnya aku harus membuat karya tulis dengan
tantangan tema yang tidak mudah. Kemudian
akhirnya aku selesai di kelas XI IPA, mengikuti tes Semester dan akhirnya naik
ke kelas XII IPA.
Masa – masa kelas XII
Awal masuk kelas XII aku dan teman
teman merasakan suasana yang sangat berbeda lagi. Di kelas ini kami diajari
untuk membangun kekeluargaan dan kekompakan yang lebih dalam lagi memalui
kegiatan retret, bimbingan konseling bersama Ibu Endang, dan masih banyak lagi
yang lain. Pengalaman yang tidak kalah menariknya adalah aku dan temanku
dipilih sekolah untuk mewakili sekolah dan kecamatan untuk berkompetisi dalam
seleksi dan pemilihan Duta Wisata Kabupaten Wonogiri. Nama temanku itu adalah
Apriliani. Aku dan dia sering bolak-balik ke Wonogiri untuk mengurus
administrasi serta mengikuti serangkaian acara yang telah disusun oleh panitia.
Suatu ketika, kami menjalani tes tertulis dan wawancara, dan tes tersebut
bagiku tidaklah mudah karena selain aku harus menjelaskan selengkap-lengkapnya
mengenai pariwisata di kabupaten Wonogiri, aku juga harus berani bersaing
dengan teman – teman yang banyak dan berkualitas. Kebanyakan saingan yang aku
hadapi adalah para mahasiswa S1 dan S2. Mereka sudah cukup dewasa dan
berpengalaman mengenai hal ini. Tetapi puji Tuhan, tidak aku duga aku dan
Apriliani temanku berhasil menyingkirkan 50 orang dari 63 peserta yang ikut
dalam seleksi itu. Aku dan Apriliani berhasil dalam seleksi dan tugas
berikutnya adalah mengikuti Grand Final Pemilihan Duta Wisata Kabupaten
Wonogiri tahun 2010 di pendopo Kabupaten Wonogiri yang disaksikan oleh para
pemerintahan tingkat daerah termasuk salah duanya adalah mantan bupati dan
bupati terpilih. Pelaksanaan Grand Final tersebut pada tanggal 2 Oktober 2010.
Perasaan yang aku rasakan adalah sangat senang dan bersyukur karena suatu kebanggan tersendiri
mampu memberikan yang terbaik untuk sekolah dan kecamatan serta mau dan mampu
bersaing dengan para mahasiswa yang sudah mahir dalam hal ini. Dalam hatiku,
aku tidak terlalu berharap untuk mendapatkan juara, namun pengalamanlah yang
aku harapkan. Tetapi aku tetap berusaha semaksimal mungkin agar bisa tampil
yang terbaik dan apabila Tuhan menghendaki aku untuk mendapatkan juara.
Acaranya sangat meriah dan kami memakai pakaian tradisional jawa. Inilah
pertamaku mengenakan pakaian tradisional selama hidupku bersama seorang yang
manis di depan masyarakat Wonogiri. Tidak hanya orang tuaku yang hadir dan
menyemangati aku dan Apriliani, mereka
adalah bapak ibu guruku, teman-temanku, adik-adik kelasku, sahabat-sahabatku
dan orang orang yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Hingga ketika namaku dan
nama temanku dipanggil oleh MC untuk tampil di panggung, perasaan grogi kami
hilang karena doa kami dan doa teman – teman serta pelbagai rangkaian acara
yang telah aku dan April laksanakan termasuk mengumpulkan materi, membuat
agenda, latihan lagu Layang Kangen, promosi SMS, mohon doa dan dukungan guna
mempersiapkan segala yang akan aku tampilkan di panggung nanti. Masih ingat
saat itu pertama-tama kami berkenalan. Aku memperkenalkan diriku menggunakan
bahasa Jawa Kromo dan temanku April menggunakan Bahasa Inggris. Kami tampil
sangat kompak dan setelah itu kami menjawab pertanyaan yang diberikan kepada
kami yaitu: Apa harapan anda sebagai Duta Wisata untuk pariwisata di Kabupaten
Wonogiri ini? Dan aku menjawabnya dengan lancar begitu pula Apriliani. Dan pada
akhirnya setelah pengumuman temanku mendapatkan juara harapan I dan aku belum
mendapatkan juara. Tetapi memauli pengalaman itu aku bersyukur karena aku sudah
turut ambil bagian dalam mengharumkan nama sekolah dan kecamatanku. Pengalamanku
itulah yang kemudian membawaku pada perasaan jatuh cinta. Aku mulai merasakan
tertarik dengan dirinya karena seringnya kami bersama apalagi saat
mempersiapkan hal – hal teknis untuk Duta Wisata serta melakukan perjalanan ke
Wonogiri selalu bersama membuat rasa suka dan cinta tumbuh. Pertama kali hal
ini aku rasakan sewaktu retret di Sendang Ratu Kenya. Dia memberikan lauknya
saat makan kepadaku dengan senyum yang
manis dan dengan sorot mata yang berbeda dengan biasanya. Dan aku menerima lauk
itu dan membalasnya dengan senyum juga. Setelah itu, kami diminta oleh guru BK
untuk membuat laporan. Pada saat membuat laporan itulah aku mengungkapkan
perasaanku dengan menggunakan tulisan dan ternyata dia membalas bahwa dia juga
merasa suka dengan diriku. “Amin Tuhan
terima kasih,” dalam diriku. Hingga perasaan itu bertumbuh dan kini menjadi
kenangan yang sangat indah dalam diriku. Banyak perjumpaan dan pengalaman
bersamanya. Kami dapat berjalan-jalan dan bermesraan bersama serasa aku
merasakan inilah pengalaman yang paling indah dalam diriku.
Kelas XII adalah masa – masa yang
penuh dengan kebahagiaan dan sekaligus ketegangan dalam diriku. Dimana aku
harus sudah mulai fokus akan ujianku dan masa depanku. Tetapi di situ aku
menemukan kekeluargaan yang lebih mendalam dan yang belum pernah aku alami
selama ini yaitu, saat akan Tyr Out dan Karantina serta kegiatan – kegiatan
lain untuk mempersiapkan Ujian Nasionalku. Teman – temanku aku anggap sebagai
sahabat dan saudara kandungku sendiri, karena mereka telah memberikan aku
banyak pengalaman dan bersama mereka membuat diriku semakin berkembang dan
hidup berwarna. Suka dan duka, tidak pandang cewek atau cowok, tidak pandang
kaya atau miskin, tidak pandang pintar atau yang lemah mereka aku anggap
sebagai satu keluarga apalagi disaat yang menegangkan yaitu Ujian Nasional.
Tetapi pada akhirnya aku bersyukur angkatan kami dapat lulus 100 % dengan hasil
yang baik. Pengalaman pengalaman ini sangat mengesan hingga aku merasa tidak
ingin berpisah dengan mereka.
Tidak sedikit pengalaman selama tiga
tahun di SMA, dan pengalaman – pengalaman itu kini telah membentuk
kepribadianku saat ini. Pengalaman –
pengalaman ini nantinya akan menjadi bekal dan mutiaraku untuk masa depanku.
***
[1] Eko anakku, sekolahnya yang benar
ya, bapak pesan kalau besok kamu sudah besar, kamu jadi anak yang baik,
menghormati semua orang, lembu-lembunya, kambing-kambing, sepeda motor, rumah
kita digunakan untuk memuliakan Tuhan,
jangan dilupakan doanya, dijaga kesehatanmu, bapak sayang.
[2] Kamu tidak sendirian eko, kamu masih punya ibu, bapak dan ibu
gurumu, temanmu, nenek dan kakekmu, jangan menangis jangan bersedih to!
[3] Kamu kok beda ?
No comments:
Post a Comment