Sunday, September 8, 2019

Tulisan Refleksi Formatio Seminari Mertoyudan



I know it is Imposible, but I Would LikeTo Go Up There
…ketika cinta mengalahkan dunia…
Oleh :
Paulus Eko Harsanto

Pergulatanku sayang pergulatanku malang
            Suatu ketika dalam kontemplasiku aku duduk merenung di sebuah kapal[1] sendirian. Di situ aku merasakan pergulatan yang hebat yang mengusik ketenanganku.
 “He eko, atase kowe sing seko ndeso, katrok, kupeng, kuper, mlarat, lemot, bagus yo ora, elek, opo jhal sing biso mbok wenehke ? koyo ngono ki arep dadi romo ? rak salah ? nyadar donk kamu tu ! doa Aku Percaya aja waktu retret kamu ndak apal, pa lagi mau jadi imam, imam serikat Jesus lagi, gak salah pilih tu ?”
 “Ya Allah, bukan kehendakku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi, dhuh Gusti, punapa Panjenengan boten klentu anggenipun nimbali tiyang ? Ing njawi punika kathah tiyang ingkang mumpuni, pinter, sugih lan sae, lah kenging punapa kula ingkang Panjenengan timbali ?” kataku dalam hati berusaha untuk bertahan.
“He orang gilak, imam itu gak sembarangan lho, kamu tu gak pantes deh ! kamu tu apa, tau diri donk ! wong, bahasa Inggris  aja kamu gak bisa-bisa alias remidi terus, PKS dan KSPB kamu gak donk-donk, bahasa Latin apalagi ! dah mundur aja loe, gak pantes loe di sini, apalagi mau solisitasi, trus mau jadi romo, mau jadi pemimpin, sinting loe ! mau dimakan harimao ?” Terserah loe deh, Edan !” suara itu datang lagi.
“Brengsek, ra usah ngganggu !” berontak hatiku, “Tuhan Yesus, berilah aku kekuatan, mampukanlah aku Tuhan, berilah aku rahmat dan singkirkanlah roh jahat yang berusaha mematahkan semangatku.” ketika suasana sunyi senyap, lalu aku memandang Tuhan, Dia tersenyum sambil berkata,
“Sabar eko, tabah dan  percayalah semua akan indah pada waktunya, dan Aku tak akan meninggalkanmu sendirian, percayalah Aku mempunyai rencana indah untukmu !”
Pergulatan ini datang dan pergi menggangguku yang sering mematahkan semangatku untuk melangkah maju. Pergulatan ini datang dan pergi menggangguku yang sering mematahkan semangatku untuk melangkah maju. Dan inilah peperangan dan pertempuran habis-habisan yang sesungguhnya, di mana aku menunggangi kudaku melawan musuh.

Inilah si pendatang baru
Malam yang kelam dan sunyi menemaniku menggoreskan tinta untuk menuliskan refleksiku tentang kisah yang telah aku rangkai selama setahun di sini. Di Mertoyudan tepatnya yang telah menjadi saksi bisu akan peristiwa konyol yang aku alami bersama pasukan seperjuangan Kavcom[2]. Aku masih ingat akan peristiwa bersejarah 16 Juli 2011 lalu, hari itu aku melepas kegembiraan, kekeluargaan dan kebersamaanku dengan ibu untuk melangkahkan kakiku di Mertoyudan ini demi menjawab Tuhan yang memanggilku. Dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi teman dalam ber-formatio di seminari ini, mulai harus lepas dari orang tua, lepas dengan teman - teman seperjuangan USA[3], sahabat –sahabatku (si kriwil, simbok, cenil, sesepuh, dan bocil)  yang siap untuk menuangkan manis pahit pengalaman yang aku alami, ya… ibarat lebah dan madu yang sulit dipisahkan. 
         Namanya manusia yang tak sempurna, tak jarang aku merasa bimbang, ragu akan panggilan mulia dan salib ini, sempat aku cemas akan masa depanku yang semu-semu tak pasti dan hidup yang suram-suram tak jelas kadang kala tak  tenang laksana ombak di laut yang terombang ambing oleh angin. Hidup di seminari ada kalanya menyenangkan ada pula kalanya merasakan ketidakpastian, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tujuan hidup seperti antara ada dan tiada, hanya percaya dan yakin akan kasih-Nyalah yang menjadi kekuatanku hingga aku berani untuk bertahan menjawab panggilan-Nya. ....so cos everything gona be oke ! aku ingin melangkah pasti.
         I know it is imposible, but I would like to go up there
         Although it is imposible, but I would like to go up there
         “Mosok aku dadi cah cengeng? Iku dudu Eko jenenge[4].” kata hatiku.
Aku akui bahwa aku bukanlah anak yang lahir dari golongan konglomerat yang dapat menraktir teman-teman setiap ambulasi hari Rabu. Aku juga bukan golongan anak asuh Pak Albert Einstein yang mempunyai otak yang cemerlang dan dapat menciptakan sesuatu yang spektakuler. Bukan juga keturunan kraton, yang selalu bersikap lemah lembut sopan santun dalam bertindak. Buka pula anak yang suci tanpa dosa. Aku hanyalah pendosa, hanyalah anak “ndeso” yang lahir dari keluarga sederhana di daerah terpencil yang merasa terpanggil,  tertantang menjadi imam dan merasa kasihan melihat Tuhan menderita memikul salib ke Golgota dan aku ingin menemani-Nya. Aku ingat akan kata-kata pak Einstein yang ditulisnya, ”semangat dan kerja keras akan menghancurkan kelemahan dan ketidakberdayaan manusia,” kata-kata itulah yang kemudian menjadi motivasiku untuk tetap semangat dan kerja keras dalam berperang.

Sekali berperang tetap berperang
Berformasi selama kurang lebih 1 tahun di Medan Utama bersama angkatan Kavaleri, menurutku cukup menyenangkan, cara pandangku yang kuno serta tak bermutu diubah dan cukup nyaman untukku berkembang, walaupun terkadang aku merasa bosan dan sakit hati. Suka dan duka aku alami di sini, seperti perjalanan ke puncak gunung naik turun, berkelak-kelok, landai, terjal, lurus dan kembali naik yang penuh sensasi. Jatuh dan bangun telah menjadi pengalamanku, munafik jika aku mengatakan bahwa pertempuran ini baik-baik saja mulus tanpa hambatan karena wajarlah aku juga manusia biasa yang tak sempurna dan masih belajar. Namun bagiku, itu adalah pengalaman yang wajar yang harus aku alami. Kok bisa? karena kedewasaan hati dan pikiran manusia akan terbentuk dari pengalaman-pengalaman pahit yang sama sekali tidak menyenangkan.  Suka dan duka itulah yang membuat aku dapat memaknai hidupku dan membuat hidupku menjadi sangat berwarna.
Aku bersyukur karena Tuhan telah menyemangatiku, menghiburku dan menjadi formator sejati selama aku menjalani formatio di Seminari Mertoyudan ini, bersama teman-teman aku berkembang, yang dulunya kupeng (kurang pengetahuan), culun banget, lugu, tertutup, kini menjadi pribadi yang lumayanlah. Aku sadar bahwa untuk  menjadi baik itu memang tidaklah mudah, dan membutuhkan perjuangan. Aku sadar bahwa tangan Tuhan sedang merenda dan merajut hidupku agar aku menjadi orang yang tangguh (tidak cengeng), mandiri, berani, loyal, dinamis dan total. Aku berharap setiap detik, setiap menit, setiap kesempatan, setiap tetes keringat dan setiap nafasku berarti bagiku dan bagi sesamaku terlebih bagi Tuhan.
Ingatlah aku kawan makhluk hidup yang gemar mencuci (Eko Laundry), ingatlah akan kebersamaan kita yang menyenangkan ini, jika suatu saat nanti kita telah manjadi sukses masing-masing. Keep spirit, kita berjuang melawan musuh perang kita dan menangkanlah peperangan itu untuk kita berikan kepada sang raja yaitu Kristus.   
           
Ambilah ya Tuhan dan terimalah seluruh kemerdekaanku,
Ingatanku, pikiranku dan kehendakku, segala kepunyaan dan miliku.
Engkaulah yang memberikan kepadaMu Tuhan kukembalikan.
Semuanya milikMu, pergunakanlah sekehendakMu.
Berilah aku cinta dan rahmatMu, cukup sudah itu bagiku. Amin
(Doa St. Ignatius Loyola)

Berjuang dan Menang
Mertoyudan, 1 Februari 2012



[1] Kapel Paulus
[2] Kavaleri Community
[3] United Science of Academy (nama kelasku XII IPA sewaktu aku SMA dulu)
[4] Masak, aku menjadi anak yang cengeng? Itu bukan Eko namanya

No comments:

Post a Comment

Cerpen - Caraka

  CARAKA Oleh : Paulus Eko Harsanto   Hana caraka, data sawala Padha jayanya, maga bathanga *** Engkau percaya dengan berbagai b...