“?!”
Paulus Eko Harsanto
Judul : Nagabumi I, jurus tanpa bentuk
Nama pengarang : Seno Gumira Ajidarma
Jumlah halaman : 815
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit : 2009
Burwan
Pandyakira Tan Pangaran
drohaka ring nagara
patut patyana denta
yan pejaha sirang
burwan
Pendekar
dan telaga dunia persilatan. Dua hal itu tidak terpisahkan, menjadi dongeng
yang begitu populer di masa lalu. Kini, di tengah derasnya arus dunia sastra
Indonesia yang diwarnai oleh berbagai unsur modernitas zaman, Seno Gumira hadir
dengan kisah para pendekar dan telaga dunia persilatan yang arang lagi
disentuh.
Nagabumi
I berkisah tentang seorang lelaki pendekar berusia seratus tahun yang tak terkalahkan.
Seratus pendekar dibunuhnya dalam waktu satu malam, sebuah pembantaian yang
dikenal kemudian sebagai peristiwa pembantaian seratus pendekar di usianya yang
kelima-puluh. Kejumawaannya telah membunuh seratus pendekar, baik pendekar
golongan hitam, golongan putih maupun golongan merdeka dengan jurus yang
mematikan: jurus tanpa bentuk. Sebuah jurus yang tidak menyerang fisik,
melainkan pikiran. Sejak saat itulah dia mengundurkan diri dari telaga dunia
persilatan. Dia mengembara, menyamar dan membaur dalam riuh kehidupan kaum
awam. Dia pun akhirnya memutuskan untuk melakukan samadhi di sebuah gua terpencil yang tak terjamah oleh manusia,
mengasingkan diri dari riuh-ramai dunia persilatan maupun awam persilatan.
Dua
puluh lima tahun berlalu. Tiba-tiba datang sejumlah pembunuh bayaran berpakaian
serba hitam, mengusik samadhi sang
pendekar. Para pembunuh itu tewas seketika di tangannya. Kedatangan para
pembunuh bayaran itu membuat pendekar tanpa nama bertanya-tanya, ada apa
gerangan. Dia pun keluar dari samadhi,
dan sejak saat itu pula dia diserang oleh begitu banyak pendekar yang mengincar
namanya. Dari sebuah selebaran dia pun mengetahui, dia telah menjadi buronan
pemerintah.
Pendekar
tanpa nama semakin penasaran. Dia ingin tahu, apa yang telah dia perbuat
sehingga dia menjadi buronan pemerintah Mataram[2].
Dia pun memutuskan untuk menyamar sebagai seorang kakek pembuat lontar,
mengerjakan lembar demi lembar daun rontal sembari menuliskan riwayat hidupnya
sejak awal hingga saat itu,menelusuri jejak langkahnya untuk mencari tahu sebab
dari perburuan atas dirinya. Kisah pun berlanjut dengan perjalanan hidup pendekar
tanpa nama, mulai dari masa kecilnya bersama sepasang Naga[3]
dari Celah Kledung hingga pengembaraannya ke tanah Kambuja.
Kisah
pengembaraan pendekar Tanpa Nama dikemas dengan apik. Situasi politik, sosial dan budaya Mataram Hindhu dihadirkan
dengan begitu detil, membingkai pengembaraan pendekar Tanpa Nama yang
berbatasan sangat tipis antara hidup dan mati. Seno Gumira berhasil membawa
pembaca dalam nuansa epik telaga dunia persilatan di masa lalu, menghadirkan
kembali kisah yang dahulu menjadi dongeng yang melekat erat di benak masyarakat
Indonesia. Penelusuran jejak langkah pendekar Tanpa Nama oleh dirinya sendiri
meninggalkan sebulir titik pada tanda tanya dan seru; sebuah tanya atas misteri,
dan seru atas konspirasi para penguasa Mataram Hindhu di balik perburuan dirinya.
[1] Buron, Pendekar tanpa
nama. Berkhianat terhadap Negara, pantaslah dibunuh olehmu. Jika mati olehmu
buron itu, emas sepuluh ribu keping akan jadi milikmu. (Ajidarma, Seno Gumira, Nagabumi I, Jurus tanpa bentuk, Gramedia:
Jakarta, 2009, hlm. 38-39)
[2] Mataram yang dimaksud
adalah Mataram Hindhu dengan setting waktu abad VIII-XI.
[3] Naga adalah gelar
pendekar yang diakui sebagai pendekar tersakti. Pendekar Tanpa Nama adalah anak
asuh dari sepasang Naga dari Celah Kledung. Sementara itu, masih ada Naga-Naga
lain seperti Naga Hitam dan Naga Dadu.
Mereka terabung dalam kelompok pahoman
Sembilan Naga, kecuali sepasang Naga dari CELAH Kledung yang menolak
bergabung dalam pahoman tersebut.
No comments:
Post a Comment