Thursday, April 9, 2020

Cerpen - Tanda Tangan Pontius Pilatus


Tanda Tangan Pontius Pilatus
Oleh : Paulus Eko Harsanto

***
“Kau belum tidur, sayang?!” suara Claudia mengagetkan suaminya.
Sudah beberapa hari ini, Pilatus tidak bisa tidur. Pikirannya masih diselimuti kegelisahan dan kekecewaan yang tak tentu arah. Ia mulai sering merenung dan menyendiri semenjak menjatuhkan hukuman bagi Yesus, orang yang tak bersalah namun kematian-Nya begitu dinantikan para imam kepala.
“Aku… aku masih memikirkan hal itu!“ jawab Pilatus.
“Tentang Yesus?”
“Ya…… aku masih merasa begitu bersalah.” jawab Pilatus lirih.
“Aku tahu, aku berharap semoga dewa-dewa tetap menaungi kita.” Kata Claudia.
Sebenarnya Claudia sudah merasakan akan terjadi sesuatu yang tidak baik pada keluarganya. Semalam sebelum Yesus dihadapkan pada Pilatus, Claudia mendapat pertanda lewat mimpinya tentang Yesus, karenanya ia berusaha membujuk suaminya untuk tidak menghukum mati Yesus.
“Sebenarnya yang menggelisahkanku, kenapa Yesus masih tersenyum dan berterima kasih setelah kuputuskan untuk menyalibkan-Nya?! “
Pilatus tak mampu lagi membendung air matanya yang kini mulai mengalir membanjiri wajahnya.
***
Pagi mulai merayap naik menuju tahtanya, tetapi sang malam masih menggandul, tak rela dikalahkan sang pagi. Perlahan mentari pun bersinar, berusaha menguak rahasia tabir malam. Hah…… sayang keanggunan sang pagi dirusak kerumunan masyarakat di depan rumah seorang imam agung yang sedang mengelilingi seseorang, yaitu Yesus.
“Cepat bawa orang ini!!! Para imam sudah menunggu Dia di dalam!” teriak salah seorang prajurit.
Maka Yesus pun digiring masuk ke dalam rumah, tempat berkumpulnya para imam kepala.
***
“Claudia...! Claudia…!”  Pilatus membangunkan istrinya.
Entah mengapa dari tadi malam Claudia merintih kesakitan. Pilatus mengkhawatirkan istrinya yang begitu ia cintai.
Claudia terbangun dari mimpinya kemudian memeluk suaminya. Ia baru saja tersiksa dalam mimpinya, untunglah Pilatus segera membangunkannya. Jika tidak, mungkin saja Claudia kelelahan sehingga mengganggu kesehatannya itu.
Claudia bermimpi dirinya disiksa berulang kali oleh seseorang. Bukan hanya itu saja, keluarganya pun dibuat berantakan sejadi-jadinya. Banyak negara di bawah Kekaisaran Roma memberontak, Pilatus dianggap tidak becus oleh Kaisar, sehingga ia dan keluarganya dibelenggu serta dijebloskan ke dalam penjara yang paling gelap dengan siksaan yang teramat sangat. Perlahan wajah seorang lelaki pun muncul dengan penuh luka disamping tahta Pilatus.
“A-aku……a-a-aku…… aku tersiksa dalam mimpiku sendiri!” Claudia masih ketakutan dalam pelukan suaminya.
Pilatus tidak menanggapi perkataan istrinya itu, ia tetap memeluk dan mengelus-elus rambut istrinya itu. Tak biasa istrinya begitu ketakutan. Ia yakin akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan sebentar lagi.
***
“Bawa orang ini ke hadapan Pilatus!!” Kayafas sudah muak berbicara dengan Yesus. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Yesus, selain pengakuan-Nya sebagai Mesias, Putra Allah yang Maha Tinggi.
***
Setelah membersihkan dirinya, Claudia berusaha mencari Pilatus, suaminya. Ada sesuatu yang perlu diutarakannya pada Pilatus. Setelah mencari di setiap sudut rumahnya, Claudia mendapatkan suaminya terduduk di atas tahtanya sambil meneliti data-data dari kepala pasukan.
“Suamiku, ada sesuatu yang perlu kita bicarakan.”
Katakan saja……” jawab Pilatus sambil menoleh pada istrinya.
“Sebentar lagi… sebentar lagi… sebentar lagi seseorang akan dibawa kepadamu dan dituduh sebagai penjahat. Aku mohon, jangan menjatuhkan hukuman mati pada-Nya!” kata Claudia.
“Memangnya ada apa?”
“Aku… aku begitu menderita tadi malam karena orang itu hadir dalam mimpiku.”
“Baiklah karena kau yang meminta, aku akan berusaha membebaskan Dia.” Pilatus tersenyum pada istrinya.
***
Akhirnya arak-arakan pengantar Yesus pun tiba di pelataran gedung sidang Wali Negri. Arak-arakan diawali rombongan para imam kepala, para pasukan yang mengawal Yesus dan akhirnya semua orang Yahudi, baik yang mendukung maupun yang membenci Yesus.
Melihat kedatangan arak-arakan tersebut, salah seorang hamba laki-laki Pilatus segera berlari mencari tuannya untuk melaporkan hal tersebut.
“Tuanku, hamba melihat sejumlah orang banyak bersama rombongan para imam kepala datang dan menunggu tuanku di pelataran gedung persidangan.”kata hamba itu.
“Baiklah, aku akan menuju kesana.” jawab Pilatus.
Mendengar hal itu, Claudia segera berlari menuju kamarnya karena salah satu jendelanya berseberangan langsung dengan pemandangan pelataran gedung persidangan. Hatinya mulai gelisah ketika melihat orang yang terbelenggu di antara para pasukan. Orang itu tak lain, tak bukan adalah Yesus sendiri.
 Pilatus bersama beberapa orang kepercayaannya memasuki pelataran gedung persidangan. Pilatus menatap sekilas pada Yesus. Ia begitu heran mengapa orang seperti Dia dibawa untuk menghadap padanya.
“Semuanya tenang…!” perintah kepala pasukan.
Apakah tuduhanmu terhadap orang ini…?!” Pilatus mulai membuka persidangan.
“Tuanku, orang ini telah menyesatkan bangsa kami. Ia melarang kami membayar pajak, selain itu Ia menyebut diri-Nya raja!” Salah seorang imam kepala mulai angkat bicara.
“Baiklah, bawa Dia masuk, aku ingin berbicara sebentar dengan-Nya!”
Pilatus mengajak Yesus masuk kedalam salah satu ruangan yang berada di samping tahta Pilatus.
Sementara itu, Para imam kepala berunding bagaimana caranya memenangkan persidangan ini. Setelah berunding, mereka memutuskan untuk menghasut rakyat agar memilih Barabas, seorang pemberontak dan pembunuh kelas kakap yang ditangkap oleh Pilatus karena telah banyak membunuh Tentara Roma, untuk dibebaskan dan meminta Yesus untuk disalibkan. Beberapa anak buah imam kepala pun langsung bertindak, mereka membisikan hasutan-hasutan mereka ke dalam telinga rakyat yang sebenarnya tidak tahu apa-apa mengenai rencana para imam kepala. Di luar duagaan, ternyata dengan dijanjikan gandum 2 pikulan, mereka bersedia memilih Barabas untuk dibebaskan.
Pilatus bersama Yesus kembali memasuki ruang persidangan. Pilatus masih berdiskusi bersama orang-orang kepercayaannya. Di sela-sela diskusinya, Pilatus melirik kearah kamarnya. Terlihat Claudia berdiri dengan wajah yang gelisah kemudian mengangguk kepadanya. Pilatus mengerti, orang yang ada di dalam mimpi istrinya adalah Yesus. Maka, untuk mengulur-ulur waktu, ia mengirmkan Yesus pada Herodes dengan alasan Herodes adalah penguasa daerah tempat kediaman Yesus.
“Bawa orang ini pada Herodes, bukankah ia saat ini berada di Yerusalem?” kata Pilatus.
Akhirnya dengan wajah yang agak murung, para imam kepala mengantarkan Yesus ke hadapan Herodes. Setelah itu, Pilatus pun bergegas menuju kamarnya.
***
“Yah… Dialah orang yang berada dalam mimpiku!” Claudia takut dan gelisah.
“Baiklah… aku akan melakukan yang terbaik untukmu.” kata Pilatus.
Segala macam pikiran tercampur menjadi satu dalam kepala Pilatus. Antara bingung, heran, gelisah dan pusing hanya karena masalah ini. Ia merasa bingung dan heran kenapa orang seperti Yesus yang wajah-Nya teduh dan tatapan-Nya lembut dibawa kepadanya. Dengan janji pada istrinya, Pilatus memutuskan untuk berusaha melepaskan Yesus.
***
Sama seperti saat berbincang dengan Pilatus, dihadapan Herodes pun Yesus bungkam, tak berbicara sepatah kata pun. Yesus malahan dihina oleh Herodes dan beberapa orang lainnya. Setelah puas, Herodes mengembalikan Dia pada Pilatus karena ia tak menemukan kesalahan apa pun pada Yesus.
“Kalian lihat! Aku tak menemukan kesalahan pada-Nya, begitu juga dengan Herodes. Sekarang aku akan menyesah-Nya kemudian melepaskan-Nya!” titah Pilatus.
Kepala pasukan yang berdiri di samping Pilatus membawa Yesus menuju tempat penyesahan. Sesampainya disana, ia tak kuat melihat penyiksaan terhadap Yesus karena ia masih berhutang budi kepada Yesus yang telah menyembuhkan salah seorang hambanya.
Setelah dinilai cukup menderita, para pasukan mengenakan mahkota duri pada Yesus, menyelubunginya dengan kain ungu dan membawa kembali Yesus pada Pilatus.
“Lihatlah rajamu! Aku sudah menyesah-Nya, sekarang aku akan melepaskan Dia!” kata Pilatus tegas.
“Dia bukan raja kami, raja kami hanyalah kaisar! Enyahkan Dia, Salibkan Dia.” kata-kata Pilatus disambut oleh teriakan seluruh rakyat yang hadir di pelataran gedung persidangan.
Pikiran Pilatus mulai kalut, ia tidak akan menyangka begini jadinya. Akhirnya ia memutuskan untuk berbicara dengan Yesus kembali.
***
“Apa-apaan mereka !? Sudah jelas orang ini tak bersalah.” kata Pilatus.
Akhirnya tiba waktunya berbincang dengan Yesus kembali. Pilatus mengajak Yesus berunding, tetapi hasilnya nihil. Yesus tetap bungkam dan sekarang Ia terkesan membiarkan diri-Nya untuk dihukum mati. Hal ini tak bisa dibiarkan karena Pilatus sudah berjanji pada istrinya untuk melepaskan Yesus. Pilatus pun teringat beberapa hari lagi adalah perayaan Paskah. Pada perayaan itu, sesuai dengan tradisi, Pilatus wajib membebaskan salah seorang tahanan. Dalam hatinya ia berharap seluruh rakyat memilih Yesus untuk dibebaskan.
***
“Sebentar lagi perayaan Paskah! Sesuai dengan tradisi, aku akan membebaskan salah seorang tahanan. Sekarang aku memiliki 2 orang tahanan, yaitu Yesus dan Barabas. Siapa yang akan kalian pilih?” Pilatus mencoba jalan ini.
Pikiran Pilatus sudah dapat ditebak oleh anggota imam kepala. Mereka mulai meminta rakyat untuk berteriak agar Pilatus membebaskan Barabas.
“BARABAS…… BEBASKAN BARABAS…… SALIBKAN YESUS……!!!” suara teriakan rakyat menggema di dalam pelataran gedung persidangan.
Melihat hal itu, Pilatus duduk lemas pada tahtanya. Ia sungguh tak menyangka mereka lebih memilih penjahat kelas kakap untuk dibebaskan. Mau tidak mau Pilatus harus mengikuti permintaan rakyat. Tetapi bagaimana mungkin? Ia tidak mungkin melepaskan Barabas yang sudah banyak memberontak dan membunuh para prajuritnya. Ia juga tidak mungkin melawan kehendak rakyat karena jika tidak dilakukan, Pilatus akan dicap sebagai pemberontak terhadap kaisar. Selain itu ia masih terikat janji untuk membebaskan Yesus.
Pilatus menyuruh hambanya membawakan air. Ia membasuh mukanya dengan harapan pikirannya dapat lebih segar. Ini merupakan mimpi buruk bagi Pilatus, rasa-rasanya jika ini mimpi buruk, ia ingin cepat terbangun dan lepas dari semua ini. Dilihatnya wajah sang istri, ia takut mengecewakannya. Ia menatap Barabas, amarahnya mulai meninggi. Ketika menatap Yesus, ia sungguh tidak pernah berpikir untuk menyalibkan orang yang tidak bersalah. Sejurus kemudian ia melihat rakyat dan imam-imam kepala yang masih berteriak meminta Barabas dibebaskan.
Perlahan keringat dingin mulai membanjiri tubuh Pilatus. Ia belum pernah mendapat persoalan seperti ini. Ia sungguh-sungguh ingin menyelesaikan ini tanpa beban, tetapi kenyataan berbicara lain. Akhirnya Pilatus lebih memilih untuk mencuci tangan dari segala macam persoalan hari ini. Ia membasuh tangannya dihadapan rakyatnya.
Salah seorang hamba Pilatus membawa salah satu gulungan surat. Pilatus menerima gulungan itu dan membukanya. Dengan tangan gemetar, keringat dingin yang membasahinya serta pikiran yang kalut dan tak tentu arah, Pilatus menandatangani gulungan surat tersebut.
“Hakimilah Dia sendiri, aku tak ingin ikut campur dalam masalah ini!” kata Pilatus seraya melemparkan gulungan surat itu ke arah imam kepala.
Senyum kemenangan menghiasai wajah para imam kepala. Sejurus kemudian mereka memerintahkan para prajurit untuk menyalibkan Yesus di bukit Golgota.
Sebelum kepala pasukan membawa Yesus, Pilatus mendekat ke arah Yesus dan terus-menerus menatap-Nya sampai Yesus dibawa oleh kepala pasukan.
“Terima kasih……” kata Yesus lirih yang hanya bisa di dengar oleh Pilatus. Setelah berucap demikian, Yesus memberikan senyum hangat-Nya pada Pilatus. Pilatus tertegun. Sesaat kemudian ia merasa tak berdaya, kakinya lemas dan ia merasa bersalah telah “menyetujui” penyaliban itu.
 ***
Beberapa minggu setelah peristiwa itu…………
“Kau belum tidur, sayang?!” suara Claudia mengagetkan suaminya.
Sudah beberapa hari ini, Pilatus tidak bisa tidur. Pikirannya masih diselimuti kegelisahan dan kekecewaan yang tak tentu arah. Ia mulai sering merenung dan menyendiri semenjak menjatuhkan hukuman bagi Yesus, orang yang tak bersalah namun kematian-Nya begitu dinantikan para imam kepala.
“Aku… aku masih memikirkan hal itu!“ jawab Pilatus.
“Tentang Yesus?”
“Ya…… aku masih merasa begitu bersalah.” jawab Pilatus lirih.
“Sebenarnya yang menggelisahkanku, kenapa Yesus masih tersenyum dan berterima kasih setelah kuputuskan untuk menyalibkan-Nya?! “
Pilatus tak mampu lagi membendung air matanya yang kini mulai mengalir membanjiri wajahnya.
“Aku tahu, kau mencoba memberikan yang terbaik. Tetapi kau juga tidak boleh tenggelam dalam masalah ini. Sekarang beristirahatlah.” Kata Claudia seraya melepaskan pelukannya.
Aku menyesal tidak mau melawan rakyat. Selain itu aku menyesal tak mendengarkan suara-Nya. Padahal saat kuajak berunding, Ia berkata padaku, “Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Aku sungguh menyesal tak mendengarkan-Nya” Kata Pilatus sambil menghapus air matanya.

“Tuhan Yesus Memberkati Hidupmu”



No comments:

Post a Comment

Cerpen - Caraka

  CARAKA Oleh : Paulus Eko Harsanto   Hana caraka, data sawala Padha jayanya, maga bathanga *** Engkau percaya dengan berbagai b...