Tanda
Tangan Pontius Pilatus
Oleh : Paulus Eko Harsanto
***
“Kau belum
tidur, sayang?!” suara Claudia mengagetkan
suaminya.
Sudah beberapa hari ini, Pilatus tidak bisa tidur.
Pikirannya masih diselimuti kegelisahan dan kekecewaan yang tak tentu arah. Ia
mulai sering merenung dan menyendiri semenjak menjatuhkan hukuman bagi Yesus,
orang yang tak bersalah namun kematian-Nya begitu dinantikan para imam kepala.
“Aku… aku
masih memikirkan hal itu!“ jawab Pilatus.
“Tentang
Yesus?”
“Ya…… aku
masih merasa begitu bersalah.” jawab
Pilatus lirih.
“Aku tahu,
aku berharap semoga dewa-dewa tetap menaungi kita.” Kata Claudia.
Sebenarnya Claudia sudah merasakan akan terjadi
sesuatu yang tidak baik pada keluarganya. Semalam sebelum Yesus dihadapkan pada
Pilatus, Claudia mendapat pertanda lewat mimpinya tentang Yesus, karenanya ia
berusaha membujuk suaminya untuk tidak menghukum mati Yesus.
“Sebenarnya
yang menggelisahkanku, kenapa Yesus masih tersenyum dan berterima kasih setelah
kuputuskan untuk menyalibkan-Nya?! “
Pilatus tak mampu lagi membendung air matanya yang kini mulai
mengalir membanjiri wajahnya.
***
Pagi mulai merayap naik menuju tahtanya, tetapi
sang malam masih menggandul, tak rela dikalahkan sang pagi. Perlahan mentari
pun bersinar, berusaha menguak rahasia tabir malam. Hah…… sayang keanggunan
sang pagi dirusak kerumunan masyarakat di depan rumah seorang imam agung yang
sedang mengelilingi seseorang, yaitu Yesus.
“Cepat bawa
orang ini!!! Para imam sudah menunggu Dia di dalam!” teriak salah seorang prajurit.
Maka Yesus pun digiring masuk ke dalam rumah,
tempat berkumpulnya para imam kepala.
***
“Claudia...!
Claudia…!” Pilatus membangunkan istrinya.
Entah mengapa dari tadi malam Claudia merintih
kesakitan. Pilatus mengkhawatirkan istrinya yang begitu ia cintai.
Claudia terbangun dari mimpinya kemudian memeluk
suaminya. Ia baru saja tersiksa dalam mimpinya, untunglah Pilatus segera
membangunkannya. Jika tidak, mungkin saja Claudia kelelahan sehingga mengganggu
kesehatannya itu.
Claudia bermimpi dirinya disiksa berulang kali oleh
seseorang. Bukan hanya itu saja, keluarganya pun dibuat berantakan
sejadi-jadinya. Banyak negara di bawah Kekaisaran Roma memberontak, Pilatus
dianggap tidak becus oleh Kaisar, sehingga ia dan keluarganya dibelenggu serta
dijebloskan ke dalam penjara yang paling gelap dengan siksaan yang teramat
sangat. Perlahan wajah seorang lelaki pun muncul dengan penuh luka disamping
tahta Pilatus.
“A-aku……a-a-aku……
aku tersiksa dalam mimpiku sendiri!” Claudia masih ketakutan dalam pelukan suaminya.
Pilatus tidak menanggapi perkataan istrinya itu,
ia tetap memeluk dan mengelus-elus rambut istrinya itu. Tak biasa istrinya
begitu ketakutan. Ia yakin akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan
sebentar lagi.
***
“Bawa orang
ini ke hadapan Pilatus!!” Kayafas sudah muak berbicara
dengan Yesus. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Yesus, selain
pengakuan-Nya sebagai Mesias, Putra Allah yang Maha Tinggi.
***
Setelah membersihkan dirinya, Claudia berusaha
mencari Pilatus, suaminya. Ada sesuatu yang perlu diutarakannya pada Pilatus.
Setelah mencari di setiap sudut rumahnya, Claudia mendapatkan suaminya terduduk
di atas tahtanya sambil meneliti data-data dari kepala pasukan.
“Suamiku, ada
sesuatu yang perlu kita bicarakan.”
“Katakan
saja……” jawab Pilatus sambil menoleh pada istrinya.
“Sebentar
lagi… sebentar lagi… sebentar lagi seseorang akan dibawa kepadamu dan dituduh
sebagai penjahat. Aku mohon, jangan menjatuhkan hukuman mati pada-Nya!” kata Claudia.
“Memangnya
ada apa?”
“Aku… aku
begitu menderita tadi malam karena orang itu hadir dalam mimpiku.”
“Baiklah
karena kau yang meminta, aku akan berusaha membebaskan Dia.” Pilatus tersenyum pada istrinya.
***
Akhirnya arak-arakan pengantar Yesus pun tiba di
pelataran gedung sidang Wali Negri. Arak-arakan diawali rombongan para imam
kepala, para pasukan yang mengawal Yesus dan akhirnya semua orang Yahudi, baik
yang mendukung maupun yang membenci Yesus.
Melihat kedatangan arak-arakan tersebut, salah
seorang hamba laki-laki Pilatus segera berlari mencari tuannya untuk melaporkan
hal tersebut.
“Tuanku,
hamba melihat sejumlah orang banyak bersama rombongan para imam kepala datang
dan menunggu tuanku di pelataran gedung persidangan.”kata hamba itu.
“Baiklah, aku
akan menuju kesana.” jawab Pilatus.
Mendengar hal itu, Claudia segera berlari menuju
kamarnya karena salah satu jendelanya berseberangan langsung dengan pemandangan
pelataran gedung persidangan. Hatinya mulai gelisah ketika melihat orang yang
terbelenggu di antara para pasukan. Orang itu tak lain, tak bukan adalah Yesus
sendiri.
Pilatus
bersama beberapa orang kepercayaannya memasuki pelataran gedung persidangan.
Pilatus menatap sekilas pada Yesus. Ia begitu heran mengapa orang seperti Dia
dibawa untuk menghadap padanya.
“Semuanya
tenang…!” perintah kepala pasukan.
“Apakah tuduhanmu
terhadap orang ini…?!” Pilatus mulai membuka persidangan.
“Tuanku,
orang ini telah menyesatkan bangsa kami. Ia melarang kami membayar pajak,
selain itu Ia menyebut diri-Nya raja!” Salah seorang imam kepala mulai angkat bicara.
“Baiklah,
bawa Dia masuk, aku ingin berbicara sebentar dengan-Nya!”
Pilatus mengajak Yesus masuk kedalam salah satu
ruangan yang berada di samping tahta Pilatus.
Sementara itu, Para imam kepala berunding
bagaimana caranya memenangkan persidangan ini. Setelah berunding, mereka memutuskan
untuk menghasut rakyat agar memilih Barabas, seorang pemberontak dan pembunuh
kelas kakap yang ditangkap oleh Pilatus karena telah banyak membunuh Tentara
Roma, untuk dibebaskan dan meminta Yesus untuk disalibkan. Beberapa anak buah imam
kepala pun langsung bertindak, mereka membisikan hasutan-hasutan mereka ke
dalam telinga rakyat yang sebenarnya tidak tahu apa-apa mengenai rencana para
imam kepala. Di luar duagaan, ternyata dengan dijanjikan gandum 2 pikulan,
mereka bersedia memilih Barabas untuk dibebaskan.
Pilatus bersama Yesus kembali memasuki ruang
persidangan. Pilatus masih berdiskusi bersama orang-orang kepercayaannya. Di
sela-sela diskusinya, Pilatus melirik kearah kamarnya. Terlihat Claudia berdiri
dengan wajah yang gelisah kemudian mengangguk kepadanya. Pilatus mengerti,
orang yang ada di dalam mimpi istrinya adalah Yesus. Maka, untuk mengulur-ulur
waktu, ia mengirmkan Yesus pada Herodes dengan alasan Herodes adalah penguasa
daerah tempat kediaman Yesus.
“Bawa orang
ini pada Herodes, bukankah ia saat ini berada di Yerusalem?” kata Pilatus.
Akhirnya dengan wajah yang agak murung, para imam
kepala mengantarkan Yesus ke hadapan Herodes. Setelah itu, Pilatus pun bergegas
menuju kamarnya.
***
“Yah… Dialah
orang yang berada dalam mimpiku!” Claudia
takut dan gelisah.
“Baiklah… aku
akan melakukan yang terbaik untukmu.” kata Pilatus.
Segala macam pikiran tercampur menjadi satu dalam
kepala Pilatus. Antara bingung, heran, gelisah dan pusing hanya karena masalah
ini. Ia merasa bingung dan heran kenapa orang seperti Yesus yang wajah-Nya
teduh dan tatapan-Nya lembut dibawa kepadanya. Dengan janji pada istrinya,
Pilatus memutuskan untuk berusaha melepaskan Yesus.
***
Sama seperti saat berbincang dengan Pilatus,
dihadapan Herodes pun Yesus bungkam, tak berbicara sepatah kata pun. Yesus
malahan dihina oleh Herodes dan beberapa orang lainnya. Setelah puas, Herodes
mengembalikan Dia pada Pilatus karena ia tak menemukan kesalahan apa pun pada
Yesus.
“Kalian
lihat! Aku tak menemukan kesalahan pada-Nya, begitu juga dengan Herodes.
Sekarang aku akan menyesah-Nya kemudian melepaskan-Nya!” titah Pilatus.
Kepala pasukan yang berdiri di samping Pilatus
membawa Yesus menuju tempat penyesahan. Sesampainya disana, ia tak kuat melihat
penyiksaan terhadap Yesus karena ia masih berhutang budi kepada Yesus yang
telah menyembuhkan salah seorang hambanya.
Setelah dinilai cukup menderita, para pasukan
mengenakan mahkota duri pada Yesus, menyelubunginya dengan kain ungu dan
membawa kembali Yesus pada Pilatus.
“Lihatlah
rajamu! Aku sudah menyesah-Nya, sekarang aku akan melepaskan Dia!” kata Pilatus tegas.
“Dia bukan
raja kami, raja kami hanyalah kaisar! Enyahkan Dia, Salibkan Dia.” kata-kata Pilatus disambut oleh teriakan seluruh rakyat yang
hadir di pelataran gedung persidangan.
Pikiran Pilatus mulai kalut, ia tidak akan
menyangka begini jadinya. Akhirnya ia memutuskan untuk berbicara dengan Yesus
kembali.
***
“Apa-apaan
mereka !? Sudah jelas orang ini tak bersalah.” kata Pilatus.
Akhirnya tiba waktunya berbincang dengan Yesus kembali.
Pilatus mengajak Yesus berunding, tetapi hasilnya nihil. Yesus tetap bungkam
dan sekarang Ia terkesan membiarkan diri-Nya untuk dihukum mati. Hal ini tak
bisa dibiarkan karena Pilatus sudah berjanji pada istrinya untuk melepaskan
Yesus. Pilatus pun teringat beberapa hari lagi adalah perayaan Paskah. Pada
perayaan itu, sesuai dengan tradisi, Pilatus wajib membebaskan salah seorang
tahanan. Dalam hatinya ia berharap seluruh rakyat memilih Yesus untuk
dibebaskan.
***
“Sebentar
lagi perayaan Paskah! Sesuai dengan tradisi, aku akan membebaskan salah seorang
tahanan. Sekarang aku memiliki 2 orang tahanan, yaitu Yesus dan Barabas. Siapa
yang akan kalian pilih?” Pilatus mencoba jalan ini.
Pikiran Pilatus sudah dapat ditebak oleh anggota
imam kepala. Mereka mulai meminta rakyat untuk berteriak agar Pilatus
membebaskan Barabas.
“BARABAS……
BEBASKAN BARABAS…… SALIBKAN YESUS……!!!” suara teriakan rakyat menggema di dalam pelataran gedung
persidangan.
Melihat hal itu, Pilatus duduk lemas pada
tahtanya. Ia sungguh tak menyangka mereka lebih memilih penjahat kelas kakap
untuk dibebaskan. Mau tidak mau Pilatus harus mengikuti permintaan rakyat.
Tetapi bagaimana mungkin? Ia tidak mungkin melepaskan Barabas yang sudah banyak
memberontak dan membunuh para prajuritnya. Ia juga tidak mungkin melawan
kehendak rakyat karena jika tidak dilakukan, Pilatus akan dicap sebagai
pemberontak terhadap kaisar. Selain itu ia masih terikat janji untuk
membebaskan Yesus.
Pilatus menyuruh hambanya membawakan air. Ia
membasuh mukanya dengan harapan pikirannya dapat lebih segar. Ini merupakan
mimpi buruk bagi Pilatus, rasa-rasanya jika ini mimpi buruk, ia ingin cepat
terbangun dan lepas dari semua ini. Dilihatnya wajah sang istri, ia takut
mengecewakannya. Ia menatap Barabas, amarahnya mulai meninggi. Ketika menatap
Yesus, ia sungguh tidak pernah berpikir untuk menyalibkan orang yang tidak
bersalah. Sejurus kemudian ia melihat rakyat dan imam-imam kepala yang masih
berteriak meminta Barabas dibebaskan.
Perlahan keringat dingin mulai membanjiri tubuh
Pilatus. Ia belum pernah mendapat persoalan seperti ini. Ia sungguh-sungguh
ingin menyelesaikan ini tanpa beban, tetapi kenyataan berbicara lain. Akhirnya
Pilatus lebih memilih untuk mencuci tangan dari segala macam persoalan hari
ini. Ia membasuh tangannya dihadapan rakyatnya.
Salah seorang hamba Pilatus membawa salah satu
gulungan surat. Pilatus menerima gulungan itu dan membukanya. Dengan tangan
gemetar, keringat dingin yang membasahinya serta pikiran yang kalut dan tak
tentu arah, Pilatus menandatangani gulungan surat tersebut.
“Hakimilah
Dia sendiri, aku tak ingin ikut campur dalam masalah ini!” kata Pilatus seraya melemparkan gulungan surat itu ke arah imam
kepala.
Senyum kemenangan menghiasai wajah para imam
kepala. Sejurus kemudian mereka memerintahkan para prajurit untuk menyalibkan
Yesus di bukit Golgota.
Sebelum kepala pasukan membawa Yesus, Pilatus
mendekat ke arah Yesus dan terus-menerus menatap-Nya sampai Yesus dibawa oleh
kepala pasukan.
“Terima
kasih……” kata Yesus lirih yang hanya
bisa di dengar oleh Pilatus. Setelah berucap demikian, Yesus memberikan senyum
hangat-Nya pada Pilatus. Pilatus tertegun. Sesaat kemudian ia merasa tak
berdaya, kakinya lemas dan ia merasa bersalah telah “menyetujui” penyaliban
itu.
***
Beberapa minggu setelah peristiwa itu…………
“Kau belum
tidur, sayang?!” suara Claudia mengagetkan
suaminya.
Sudah beberapa hari ini, Pilatus tidak bisa tidur.
Pikirannya masih diselimuti kegelisahan dan kekecewaan yang tak tentu arah. Ia
mulai sering merenung dan menyendiri semenjak menjatuhkan hukuman bagi Yesus,
orang yang tak bersalah namun kematian-Nya begitu dinantikan para imam kepala.
“Aku… aku
masih memikirkan hal itu!“ jawab Pilatus.
“Tentang
Yesus?”
“Ya…… aku
masih merasa begitu bersalah.” jawab
Pilatus lirih.
“Sebenarnya
yang menggelisahkanku, kenapa Yesus masih tersenyum dan berterima kasih setelah
kuputuskan untuk menyalibkan-Nya?! “
Pilatus tak mampu lagi membendung air matanya yang kini mulai
mengalir membanjiri wajahnya.
“Aku tahu,
kau mencoba memberikan yang terbaik. Tetapi kau juga tidak boleh tenggelam
dalam masalah ini. Sekarang beristirahatlah.” Kata Claudia seraya melepaskan pelukannya.
“Aku
menyesal tidak mau melawan rakyat. Selain itu aku menyesal tak mendengarkan
suara-Nya. Padahal saat kuajak berunding, Ia berkata padaku, “Setiap orang yang
berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Aku sungguh menyesal tak
mendengarkan-Nya” Kata Pilatus sambil menghapus air matanya.
“Tuhan Yesus Memberkati Hidupmu”
No comments:
Post a Comment